BENI EKA PUTRA,S.H. SEORANG PEMUDA ASLI MINANG KABAU BERKARIR DIDUNIA PRAKTISI HUKUM

Monday, June 16, 2014

HMI, NILAI ISLAMKAH ATAU NILAI POLITIKAH...?

Dilatar belakangi Berdirinya himpunan mahasiswa islam (HMI) diprakarsai oleh Larfan Pane, seorang mahasiswa STI (Sekolah Tinggi Islam), kini UII (Universitas Islam Indonesia) yang masih duduk di tingkat I. Tentang sosok Lafran Pane,dapat di ceritakan secara garis besarnya antara lain bahwa pemuda Lafran Pane lahir di Sipirok Tapanuli Selatan, Sumatra utara. Pemuda lafran pane yang tumbuh dalam lingkungan nasionalisme muslim pernah mengenyam di pendidikan pesantren, ibtidaiyah, wusta dan sekolah muhamadiyah. Adapun latar belakang pemikiran dalam pendirian HMI adalah : "Melihat dan menyadari bahwa kehidupan manusia dan mahasiswa yang beragama islam pada waktu itu, yang pada umumnya belum memaham dan mengamalkan ajaran agamanya. Keadaan yang demikian adalah akibat dari system pendidikan dan kondisi masyarakat pada waktu itu. Karena itu perlu di bentuk organisasi untuk merubah kondisi tersebut. organisasi magasiswa ini harus mempunyai kemampuan untuk mengikuti alam pemikiran mahasiswa yang selalu menginginkan inovasi atau pembaharuan dalam segala bidang, termasuk pemahaman dan penghayatan agamanya, yaitu agama islam. Tujuan tersebut tidak akan dilaksanakan kalau NKRI tidak merdeka, rakyatnya melarat. Maka organisasi ini harus turut mempertahankan Negara Republik Indonesia kedalam dan keluar, serta ikut memperhatikan dan mengusahakan kemakmuran rakya.Bahkan dalam perjalanan waktu ke waktu sehingga menjadi ketetapan yang tetap tentang konstitusi HMI. Sangat jelas digambarkan tujuan HMI, yaitu sebagai insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur yang diridhai oleh Allah Swt . landasanya sangat jelas karena dibingkai oleh azas ke-Islaman, itu artinya bahwa Islam menjadi acuan dalam setiap pergerakan dan aksi para kader-kadernya.Entitas ke-Islaman HMI bukanlah Islam yang menghardik atau bahkan menyalahkan pemahaman ke-Islaman umat yang lain, ataupun tidak untuk menggurui tentang islam, atau mengajarkan masyarakat tentang segala macam tetek benget persoalan fikih klasik, namun kehadiran pemikiran ke-Islaman HMI adalah untuk memberikan dorongan dan spirit keber-Islaman, dalam artian bahwa Islam adalah motivasi kehidupan, dari sana manusia berasal dan kembali. Islam dijadikan sebagai kekuatan spiritual (spiritual power) dan spirit organisasi. Pencerahan pemahaman ke-Islaman yang tidak rigid, kaku bahkan jumud merupakan pemahaman keber-Islaman yang hendak disampaikan HMI.Nilai-nilai ke-Islaman yang seharusnya menjadi landasan berpijak tidak lagi kentara, yang ada hanyalah political interest, bargaining position bahkan segala cara dapat dilakukan untuk mewujudkan keuntugan pribadi dan keuntungan politik. hal ini sudah merambat dari tingkat PB, BADKO, CABANG KORKOM bahkan KOMISARIAT sekalipun. Untuk diketahui bahwa setidaknya ada dua entitas yang saling bersikukuh dan bertarung ditubuh internal HMI hingga kini, dua kubu itu adalah Struktural interest dan Cutural Interest. Structural interest adalah kubuh yang berpikiran kekuasaan bahkan dengan segala cara mereka lakukan untuk meraih kekuasaan. Sedangkan Cultural Interest adalah kubu yang senantiasa membangun dunia intelektualitas, mengedepankan ilmu dan wacana-wacana ilmiah di setiap aksi-aksinya. Yang terjadi adalah lambat laut Cultural Interest semakin menarik diri dari lingkungan kekuasaan (strultural) untuk kemudian mencari entitas sendiri. Sehingga dapat ditebak ketika organisasi ini ditinggalkan oleh orang-orang yang berpikiran cultural, maka yang tersisa adalah orang-orang dungu, yang hanya mencari kekuasaan. Orang-orang dungu inilah yang kemudian memimpin HMI satu dasawarsa terakhir ini. Akibatnya organisasi ini menjadi mandul baik pemikiran, intelektualitas bahkan menjadi organiasi yang tidak beradab.HMI kini tidak lagi memiliki Striking Moral Force (Daya Dobrak) Kenyataan itu menjadikan kader-kader HMI terombang-ambing ditengah lautan pemikiran dan pergerakan. Ditengah maraknya organiasi-organiasi lain yang bermunculan ternyata HMI tidak cukup kukuh untuk eksis ditengah-tengah para kompetitornya. dan hal itu terbukti, baik dikalngan komisariat yang nota bane nya kampus atau universitas, sekarang sudah terdengar sunyi mengenai pergerakan HMI, lalu tingkat cabanagpu sudah terdengar mandul pergerakan hmi ditingkat kabupaten dan kota madya untuk melawan tirani, apalagi ditingkat nasional yaitu PB, sekarang bagaikan macan yang tak punya gigi atau macan ompong dalam menyikapi persoalan nasional yang merugikan akyat, Tidak untuk membandingkan dua organisasi Islam lain. Dalam tataran aksi dan pemikiran kader-kader HMI kelihatannya mulai jauh ditinggalkan oleh Hilangnya Vitalitas HMI tidak hanya terlihat dari pemikiran ke-Islamannya namun juga intelektualitas, dan nuansa berpikir kritisnya. Diskusi-diskusi ilmiah, maupun klub-klub kajian yang menjadi program kerja HMI ditingkat Komisariat tidak berjalan sebagaimana mestinya, padahal budaya diskusi dan kajian-kajian ilmiah tersebut merupakan program kerja yang sangat penting ditingkat akar rumput. terkadang persoalan inipun dikarenakan dengan kelompok yang mengatsnamakan anak kajian tapi tidak bisa menggunakan etika kajian dalam forum, terkesan arogansi dan juga tidak seperti adanya kemerdekaan berfikir, contoh kecil ketika kita kajian dengan menggunakan refenrensi lain, dan berbeda dengan orang lain pada umumnya, referensi yang kita miliki seolah olah salah bagi mereka, ini merupakan bentuk politik mencari muka.Hilangnya budaya diskusi, debat dan kajian-kajian ilmiah baik kajian ke-Islaman maupun kebangsaan jelas akan meyumbat nuansa intelektual ditengah-tengah kader HMI. Hal tersebut semakin diperparah dengan semakin kaburnya wajah ke-Islaman anak-anak Himpunan. Islam yang seharusnya minjadi motor dan motivasi pergerakan ternyata tidak lagi kentara, tidak untuk menjustifikasi persoalan, kelihatannya kader-kader HMI sangat menyepelekan aspek yang maha penting ini.Penghalalan politik ditingkat akar rumput mulai sering terjadi, kader-kader HMI ditingkat Komisariat yang seharusnya tidak terlibat dalam politik praktis malah sering terjebak oleh aktifitas alumninya untuk berbondong-bondong andil dalam setiap perhalatan politik. terkesan haus akan kekuasaan dan haus akan akan akan akan...???? lalu persoalan kekuasaan selain dalam dunia politik ekstern pun banyak terjadi sekarang, persoalan kemunduran berbagai komisariat disebabkan adanya politik praktis, politik drakula dan politik harimau yang dimainkan dalam menduduki sebuah jabatan ditingkat komisariat, baik untuk mengisi jaatan dikepengurusan komisariat maupun jabatan lain dilembaga lembaga kampus, seolah olah terkesan kejar kejaran mendudukin jabatan ersebut demi mengamankan tujuan lain yang tidak termuat dalam sistem.Begitu juga dengan Cabang HMI. Sejatinya, Cabang HMI menjadi tempat aktifitas perkaderan dan bertanya kader-kader Komisariat, malah kini telah berobah fungsi menjadi kerumunan manusia yang tidak memiliki vitalitas lagi. Tarik menariknya kepentingan ditingkat Badko bahkan PB HMI semakin memperparah organisasi Mahasiswa ini. terlihat ketika Pelaksanaan kongres, yang mana semua disibukan dengaqn penentuan siapa calon ketua PB selanjutnya, konsolidasi sana sini, busuk busukan sana sini, culik culikan sana sini, tanpa menghiraukan sebuah sistem dan aturan HMI (KONSTITUSI) yang merupakan motor perjalanan HMI kedepan. Lalu pertanyaanya akankah Nuasa POLITIK menjadi dominan dalam pergerakan HMI kedepan???Untuk itu sudah saatnya Himpunan Mahasiswa Islam back to basic, melakukan otokritik dengan kembali menyusun langkah-langkah strategis guna mengusung aksi-aksinya kedepan. Jika tidak HMI tinggalah kenangan dan nama besarnya. ibarat lirik lagu "HANYA SEBUAH KENAGAN"

Bandung, 16 Juni 2014

Z.A BENI EKA PUTRA Koto.

No comments:

Post a Comment