BENI EKA PUTRA,S.H. SEORANG PEMUDA ASLI MINANG KABAU BERKARIR DIDUNIA PRAKTISI HUKUM

Sunday, June 15, 2014

KONSTITUSI YANG TERABAIKAN DALAM PILPRES 2014

CORETAN MALAM

Pilpres merupakan sebuah ajang PESTA DEMOKRASI bagi negara Indonesia, setelah 1 ( satu ) bulan yang lalu diselenggarakanya Pileg, saat ini munculah momentum Pilpres 2014. Rangkaian panjang dalam sebuah perjalanan pemilihan Umum Legislative yang berujung pada Pilpres 2014, Opini demi Opini, perdebatanpun muncul dikalangan masyrakat Indonesia, baik masyrakat biasa, mahasiswa, akademisi, politikus dan Birokrat pmerintahan trkait sebuah Sistem Ketatanegaraan dalam momentum PEMILU. Kalau kita kaji banyak kejanggalan sebenarnya terkait proses PEMILU 2014 ini. Tulisan ini saya sampaikan kepada kawan kawan berharap kita jangan sampai bagian dari orang orang yang rusuh dan sibuk menentukan siapa yang akan menang dalam PESTA DEMOKRASI ini dalam keadaan SISTEM dan ATURAN yang masih menjadi tanda tanya bagi kita sebagai warga negara INDONESIA, semoga bermanfaat.

Saya menilai ada problem Konstitusional Pilpres kali ini, sehubungan dengan pelaksanaan yang diamanatkan dalam pasal 6A ayat 2,3 dan 4 UUD 1945, MK yang diharapkan akan memberikan tafsir yang outoitatif atas makna pasal dan ayat tersebut sudah menyatakan tidak berwenang, kalau mahkamah kinstitusi sendiri sudah menyatakan dirinya tidak berwenang menafsirkan yang namanya konstitusi, lantas siapa yang berwenang dan otoritatif terhadap penafsiran konstitsi (UUD 1945....?

Usai pencoblosan nanti, bukan mustahil ketegangan antar pendukung Capres akan memuncak dan mencuak kepermukaan kita, ini tidak baik bagi perjalanan bangsa kita (INDONESIA), Karena itu masalah tafsir dan pelaksanaan pasal 6A ayat 2, 3 dan 4 ini harus segera diselesaikan sebelum pencoblosan berlangsung. Mencegah trjadnya suatu gejolak yang melibatkan massa yang besar yang banyak adalah lebih baik, dari pada hanya mememikirkan kemenagan salah satu pasangan dari kedua capres tersebut, pasangan terpilh, siapapun mereka, haruslah bebas dari perdebatan konstituisonal. Ini penting bagi sebuah bangsa yang berkembang sepert ndonesia, saya sebagai Mahasiswa mengaggap persoalan konstitusional tersebut adalah persoalan yang srius, yang harus diselesaikan oleh kita sebagai rakyat indonesia. maka saya bersikap NETRAL dalam hal ini, NETRAL. netral dalam hal ini tidak ada intervnsi dari siapapun dalam menentuykan pilihan saa terhadap Pilpres ini,

Tugas dari seorang Negarwan dan Konstitusionalis adalah menyelamatkan Bangsa dan Negara, mudah mudahann kita masih ingat tugas kita sebagai Negarwan yang baik. Kalau saja Mahkamah Konstitusi (MK) kablkan permohonan Uji UU Pilpres yang diajukan oleh salah seorang pakar HTN, yang mana merupakan salah satu Prof panutan saya yaitu Prof Yusril Ihza Mahendra, maka Pilpres persoalan Konstitusionalitas pilpres tidak akan srumit sekaang. Pilpres menjadi lebih sederhana, karena setiap PARPOL atau gabungan PARPOL, peserta PILEG boleh mengajukan pasanagan CAPRES  atau CAWAPRES. maka sifat Multi Tafsir atas Norma pasal 6 ayat 2 UUD 1945 tidak akan terjadi dan menjadi perdebatan hangat saat ini. Parpol gabungan mengajukan Capres sebelum PILEG, dengan demikian KUALISI kalau ada, juga lebih murni karena masing masing PARPOL belum tahu perolehan suaranya dalam PILEG. Kualisis takan serumit dan tergesa gesa seolah olah disuruh "KAWIN PAKSA" (  prof Yusril ), KUALISI model sekarang ini beresiko tinggi Potensi Konflik antara PRESDEN dan WAKIL PRESIDEN, juga antara MENTRI dengan PRESIDEN, hal demikian berpotensi menimbulkan pemerintahan yang tidak kondusif dan efektif. Pemerintah tidak kondusif dan Efektif alan merugikan RAKYAT yang telah memilih mereka. Tapi MK menolak permohonan Prof Yusril Ihza Mahendra. MK bilang mereka tidak berwenang menafsirkan pasal 6 ayat 2 UUD 1945, belum usai pesoalan Konstituionalitas pelpres 2014 ini. kini muncul lagi persoalan trkait norma pasal 6A ayat 2 dan 3 UUD 1945. Kalau pasangan hanya 2 (dua), berlakulah norma yang diaturdalam pasal 6 ayat 3, bahwa pemenang harus menag minimal 20% dari 1/2 +1 Provinsi? atau langsung lompat kepasal 6 ayat 4 pasangan langsung jadi pememnang asal memperoleh suara terbanyak? Pandangan saya mengatakan kalau pasala 6 ayat 2 mengasumsikan jumlah pasangan adalah lebih dari dua, Tidak mengantisipasi kalau pasangan hanya dua, kalau saja waktu tu MK mengabulkan permohonan Prof Yusril persoalan Konstituisonalitas pilpres 2014 terkait pasal 6 ayatv 3 dan 4 takan ada. Sebab jumlah pasangan CAPRES/CAWAPRES pasti akan lebih banyak atau lebih dari dua pasangan. kini kedua pasangan saling berhadapan Pilpres 9 Juli 2014, sementara pasal 6 ayat 3 dan 4 masih menjadi perdebatan, kalau tafsir pasal 6 ayat 3 dan 4 ini belum Clear, Potensi Resiko pasti akan RAME di PILPRES 2014 bisa saja akan terjadi. 

Hal inilah yang sangat miris hati saya melihat, masyarakat indonesia disibkan dalam persolan kampanye , mendukung dan saling menghujat antar sesama pendukung pasangan yang berbeda, sementara aturan dalam pelaksanaanya belum selesai. alhasil bagaimana bisa nantyi bangsa indonesia ni bisa blebih baik kedepanya,

WASALAM......

BENI EKA PUTRA

No comments:

Post a Comment